A. Penyakit Jantung
Pada kehamilan dengan jantung normal, wanita dapat menyesuaikan kerjanya terhadap perubahan- perubahan secara fisiologis. Perubahan tersebut disebabkan oleh :
1. Hipervolemia : dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai puncaknya pada 28- 32 minggu
2. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh karena pembesaran rahim..
Dalam kehamilan :
1. Denyut jantung dan nadi : meningkat
2. Volume darah : meningkat
3. Tekanan darah : menurun sedikit
Maka dapat dipahami bahwa kehamilan dapat memperbesar penyakit jantung bahkan dapat menyebabkan payah jantung (dekompensasi kordis ). Frekuensi penyakit jantung dalam kehamilan berkisar antara 1- 4%. Dinegara – Negara Atlantik utara 1- 3%, di Australia dan negara Asia selatan kurang dari 1 %. Penyakit yang paling banyak dijumpai adalah penyakit hipertensi, tirotoksikosis dan anemia.Pada kehamilan dengan jantung normal, wanita dapat menyesuaikan kerjanya terhadap perubahan- perubahan secara fisiologis. Perubahan tersebut disebabkan oleh :
1. Hipervolemia : dimulai sejak kehamilan 8 minggu dan mencapai puncaknya pada 28- 32 minggu
2. Jantung dan diafragma terdorong ke atas oleh karena pembesaran rahim..
Dalam kehamilan :
1. Denyut jantung dan nadi : meningkat
2. Volume darah : meningkat
3. Tekanan darah : menurun sedikit
1. Pengaruh kehamilan terhadap penyakit jantung saat yang berbahaya bagi penderita adalah:
a. Pada kehamilan 32 – 36 minggu, dimana volume darah mencapai puncaknya (hipervolumia)
b. Pada kala II, dimana wanita mengerahkan tenaga untuk mengedan dan memerlukan kerja jantung yang berat
c. Pada pasca persalinan dimana darah dari ruang intervilus plasenta yang sudah lahir, sekarang masuk ke dalam sirkulasi darah ibu.
d. Pada masa nifas, karena ada kemungkinan infeksi.
2. Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan :
a. Dapat terjadi abortus.
b. Prematuritas : lahir tidak cukup bulan
c. Dismaturitas, lahir cukup bulan namun dengan bertat badan lahir rendah
d. Lahir dengan apgar rendah
e. Kematian janin dalam rahim (KJDR )
Klasifikasi penyakit jantung dalam kehamilan :
Kelas I :
• Tanpa pembatasan kegiatan
• Tanpa gejala pada kegiatan biasa
Kelas II :
• Sedikiat dibatasi kegiatannya
• Waktu istirahat tidak ada keluhan
• Kegiatan fisik biasa menimbulkan gejala insufisiensi jantung
• Gejalanya adalah lelah, palpitasi, sesak nafas dan nyeri dada
Kelas III :
• Kegiatan fisik sangat dibatasi
• Waktu istirahat tidak ada keluhan
• Sedikit kegiatan fisik menimbulkan keluhan insufisiensi jantung
Kelas IV :
• Waktu istirahat dapat menimbulkan keluhan infusiensi jantung apalagi kerja fisik yang tidak berat
Kira- kira 80 % penderita adalah kelas I dan II serta kehamilan dapat meningkatkan kelas tersebut menjadi II, III, dan IV. Factor yang dapat mempengaruhi adalah umur, anemia, adanya aritema jantung dan hipertrofi ventrkuler dan pernah sakit jantung.
Diagnosis :
1) Anamnesis
Pernah sakit jantung dan berobat pada dokter untuk penyakitnyaØ
Pernah demam rematikØ
2) Pemeriksaan : auskultasi/ palpasi
Empat kriteria (burwel dan Metcalfe )
Adanya bising diastolic, presistolik, atau terus-menerusØ
Pembesaran jantung yang jelas.Ø
Adanya bising jantung yang nyaring disertai thrillØ
Aritmia yang beratØ
3) Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG)
Jika wanita hamil disangka menderita penyakit jantung, yang paling baik adalah dikonsultasikan kepada ahlinya. Keluhan dan gejala : mudah lelah, dispneu, palipitasi kordis, nadi tidak teratur, oedema/pulmonal, sianosis.
Penanganan
a. Dalam kehamilan
Memberikan pengertian kepad ibu hamil untuk melaksanakan pengawasan antenatal yang teratur sesuai dengan jadwal yang ditentukan merupakan hal yang pentingü
Kerjasam dengan ahli penyakit dalam atau kardialog, untuk penyakit jantung harus dibina sedini mungkinü
Pencegahan terhadap kenaikan berat badan dan retensi air yang berlebihan, jika terdapat anemia harus diobatiü
Timbulnya hipertensi / hipotesi akan memberatkan kerja jantung, hal ini harus diobatiü
Bila terjadi keluhan yang agak berat seperti sesak nafas, infeksi saluran pernafasan dan sianosis, penderita harus dirawat di rumah sakit untuk pengawasan dan pengobatan yang lebih intensifü
Skema kunjungan antenatal : setiap 2 minggu menjelang kehamilan 28 minggu dan 1 kali seminggu setelahnyaü
Wanita hamil dengan penyakit jantung harus cukup istirahat, cukup tidur, diet rendah garam dan pembatasan jumlah cairanü
Sebaiknya penderita dirawat 1 sampai 2 minggu sebelum tafsiran persalinanü
Pengobatan khusus bergantung pada kelas penyakit :ü
Kelas I : tidak memerlukan pengobatan tambahanØ
Kelas II : biasanya tidak memrlukan terapi tambahan, mengurangi kerja fisik terutama antara kehamilan 28-36 mingguØ
Kelas III : memerlukan digitalisasi atau obat lainnya, sebaiknya dirawat di rumah sakit sejak kehamilan 28-30 mingguØ
Kelas IV : harus di rawat dirumah sakitdan di berikan pengobatan dan kerjasama dengan kardiaologØ
b. Dalam persalinan
Penderita kelas I dan II biasanya dapat meneruskan kehamilan dan bersalin pervaginam, namun denagn p[engawasan yang baik serta kerjasama dengan ahli penyakit dalam
membuat daftar his: daftar nadi,pernapasan,tekanan darah di awasi dan catat setiap 15 menit dalam kala 1 dan setiap 10 menit dalam kala 2,bila ada tanda payah jantung di obati dengan digitalis,memberikan sedilanit dosis awal 0,8mg dan di tambahkan sampai dosis 1,2 -1,6mg IV secara perlahan. Jika perØ
lu,suntikan dapat di ulang 1-2 kali dalam 2 jam. Dikamar bersalin harus tersedia tabung berisi oksigen,morfin,dan suntikan diuretikum
kala 2 yaitu kala yang kritis bagi penderita bila tidak timbul tanda payah jantung persalinan dapat di tunggu,di awasi dan di tolong secra spontan. dalam 20-30 menit bila janin belum lahir kala 2 segera di perpendek dengan ekstrasi vakum dan forcep kalau di jumpai disproporsi chepalo pelvic maka di lakukan SC dengan local /lumbal/kaudal di bawah pengawasan beberapa ahli multi disiplinØ
untuk menghilangkan rasa sakit boleh di berikan obat analgesic seperti petidin. Jangan di berikan barbiturate/morfin bila di taksir bayi lahir dalam beberapa jamØ
kala2 biasanya berjalan sepeti biasa pemberian ergometrin dengan hati-hati,biasanya sentrometin IM amanØ
c. dalam paska persalinan dan nifas
setelah bayi lahir penderita dapat tiba-tiba jatuh kolaps yang di sebabkan darah membanjiri tubuh ibu sehingga kerja jantung bertambahØ
karena itu penderita harus tetap di awasi dan di rawat sekurang-kurangnya 2 minggu setelah bersalinanØ
d. penanganan secara umum
penderita kelas 3 dan 4 tidak boleh hamil karena kehamilan sangat membahayakan jiwanyaØ
bila hamil sedini mungkin sbortus buatan medikalis hendaknya di pertimbangkan untuk di kerjakanØ
pada kasus tertentu sangat di anjurkan untuk tidak hamil dengan tubektomi setelah penderita afebris,tidak anemis dan sedikit keluhanØ
bila tidak mau sterilisasi,di anjurkan memakai kontara sepsi. Kontrasepsi yang baik adalah IUDØ
e. masa laktasi
laktasi di perbolehkan pada wanita penyakit jantung kelas 1 dan 2 yang sanggup melkukan kerja fisikØ
laktasi dilarang pada penderita kelas 3 dan 4Ø
Prognosis
Bagi ibu : prognosis tergantung pada beratnya penyakit,umur,dan penyulit lain.pengawasan pengobatan,pimpinan persalinan,dan kerja sama dengan penderita serta kepatuhan dalam menaati larangan,ikut mengikuti prognosis
bagi bayi : bila penykit jantung tidak terlalu berat,tidak begitu mempengaruhi kematian perinatal, namun pada penyakit berat prognosis akan buruk karena terjadi gawat janin.
B. Diabetes Millitus
Diabetes Melitus pada kehamilan atau sering disebut Diabetes Melitus Gestasional, merupakan penyakit diabetes yang terjadi pada ibu ibu yang sedang hamil. Gejala utama dari kelainan ini pada prinsipnya sama dengan gejala utama pada penyakit diabetes yang lain yaitu sering buang air kecil (polyuri), selalu merasa haus (polydipsi), dan sering merasa lapar (polyfagi). Cuma yang membedakan adalah keadaan pasien saat ini sedang hamil. Sayangnya penemuan kasus kasus diabetes gestasional sebagian besar karena kebetulan sebab pasien tidak akan merasakan sesuatu yang aneh pada dirinya selain kehamilan, dan gejala sering kencing dan banyak makan juga biasa terjadi pada kehamilan normal.
Seperti halnya penyakit kencing manis pada umumnya, pada pemeriksaan gula darah pun ditemukan nilai yang tinggi pada kadar gula darah puasa dan 2 jam setelah makan serta bila dilakukan pemeriksaan kadar gula pada urine (air kencing) juga ditemukan reaksi positif. Pemeriksaan ini dapat diulang selama proses pengobatan dengan obat antidiabetes untuk memantau kadar gula darah.
Tindakan yang dapat dilakukan pada pasien diabetes gestasional antara lain dengan tetap mengutamakan pengaturan diet diabetes, apabila kadar gula darah terlampau tinggi bisa dilakukan opname untuk regulasi dengan insulin baik intravena maupun suntikan subkutan. Jadi usahakan pada semua penderita hamil untuk memilih pengobatan dengan pengaturan diet bila tidak tercapai keadaan kadar gula darah yang normal baru disuntik dengan insulin. Obat tambahan lain bisa dengan vitamin vitamin untuk menjaga kondisi tubuh pasien.
Yang perlu diperhatikan dalam pengaturan diet wanita hamil adalah kebutuhan kalori pada wanita hamil tidak sama dengan wanita normal sekalipun wanita hamil tersebut menderita kencing manis. Jumlah kalori untuk diet = berat badan ideal wanita hamil x (25-30)kalori + ekstra 200 – 300 kalori dengan perincian minimal 200 gr hidrat arang dan protein (1,5 – 2) gr/kg BB ideal.
Jika pada pemeriksaan berat badan bayi ditemukan bayinya besar sekali maka perlu dilakukan induksi pada minggu ke 36 – 38 untuk mencegah terjadinya komplikasi saat persalinan. Proses persalinan ini harus dalam pengawasan ketat oleh dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis penyakit dalam.
Diagnosis : Deteksi dini sangat diperlukan agar penderita DM dapat dikelola sebaik-baiknya. Terutama dilakukan pada ibu dengan factor resiko berupa beberapa kali keguguran, riwayat pernah melahirkan anak mati tanpa sebab, riwayat melahirkan bayi dengan cacat bawaan, melahirkan bayi lebih dari 4000 gr, riwayat PE dan polyhidramnion. Juga terdapat riwayat ibu : umur ibu > 30 tahun, riwayat DM dalam keluarga, riwayat DM pada kehamilan sebelumnya, obesitas, riwayat BBL > 4500 gr dan infeksi saluran kemih berulang selama hamil.
Klasifikasi
a. Tidak tergantung insulin (TTI) – Non Insulin Dependent diabetes mellitus (NIDDN) yaitu kasus yang tidak memerlukan insulin dalam pengendalian kadar gula darah.
b. Tergantung insulin (TI) – Insulin dependent Diabetes Melitus yaitu kasus yan memerlukan insulin dalam mengembalikan kadar gula darah.
Komplikasi
a. Maternal : infeksi saluran kemih, hydramnion, hipertensi kronik, PE, kematian ibu
b. Fetal : abortus spontan, kelainan congenital, insufisiensi plasenta, makrosomia, kematian intra uterin.
c. Neonatal : prematuritas, kematian intra uterin, kematian neonatal, trauma lahir, hipoglikemia, hipomegnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, syndroma gawat nafas, polisitemia.
Penatalaksanaan : Prinsipnya adalah mencapai sasaran normoglikemia, yaitu kadar glukosa darah puasa < 105 mg/dl, 2 jam sesudah makan < 120 mg/dl, dan kadar HbA1c<6%. Selain itu juga menjaga agar tidak ada episode hipoglikemia, tidak ada ketonuria, dan pertumbuhan fetus normal. Pantau kadar glukosa darah minimal 2 kali seminggu dan kadar Hb glikosila. Ajarka pasien memantau gula darah sendiri di rumah dan anjurkan untuk kontrol 2-4 minggu sekali bahkan lebih sering lagi saat mendekati persalinan. Obat hipoglikemik oral tidak dapat dipakai saat hamil dan menyusui mengingat efek teratogenitas dan dikeluarkan melalui ASI, kenaikan BB pada trimester I diusahakan sebesar 1-2,5 kg dan selanjutnya 0,5 kg /minggu, total kenaikan BB sekitar 10-12 kg.
Penatalaksanaan Obstetric : Pantau ibu dan janin dengan mengukur TFU, mendengarkan DJJ, dan secara khusus memakai USG dan KTG. Lakukan penilaian setiap akhir minggu sejak usia kehamilan 36 minggu. Adanya makrosomia pertumbuhan janin terhambat dan gawat janin merupakan indikasi SC. Janin sehat dapat dilahirkan pada umur kehamilan cukup waktu (40-42 minggu) dengan persalinan biasa.
Ibu hamil dengan DM tidak perlu dirawat bila keadaan diabetesnya terkendali baik, namun harus selalu diperhatikan gerak janin (normalnya >20 kali/12 jam). Bila diperlukan terminasi kehamilan, lakukan amniosentesis dahulu untuk memastikan kematangan janin (bila UK <38 minggu). Kehamilan dengan DM yang berkomplikasi harus dirawat sejak UK 34 minggu dan baisanya memerlukan insulin.
Biasanya setelah bayi lahir maka kadar gula darah akan kembali normal, apabila tidak, maka perlu dilanjutkan pemberian antidiabetes oral sampai jangka waktu tertentu.
C. Tuberkulosis Paru
Kehamilan tidak banyak memberikan pengaruh terhadap cepatnya perjalanan penyakit ini, banyak penderita tidak mengeluh sama sekali. Keluhan yang sering ditemukan adalah batuk-batuk yang lama, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, BB menurun, kadang-kadang ada batuk darah, dan sakit di dada. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan adanya ronkhi basal, suara caverne atau pleural effusion. Penyakit ini mungkin bentuknya aktif atau kronik, dan mungkin pula tertutup atau terbuka.
Pada penderita yang dicurigai menderita TBC Paru sebaiknya dilakukan pemeriksaan tuberkulosa tes kulit dengan PPD (puirified protein derivate) 5u, bila hasil positif dilanjutkan dengan pemeriksaan foto dada. Perlu diperhatikan dan dilindungi janin dari pengaruh sinar X, pada penderita TBC Paru aktif perlu dilakukan pemeriksaan sputum BTA untuk membuat diagnosis secara pasti sekaligus untuk tes kepekaan / uji sensitivitas. Pada janin dengan ibu TBC Paru jarang dijumpai TBC congenital, janin baru tertular penyakit setelah lahir, karena dirawat atau disusui ibunya.
Penatalaksanaan : Penyakit ini akan sembuh dengan baik bila pengobatan yang diberikan dipatuhi oleh penderita, berikan penjelasan dan pendidikan kepada pasien bahwa penyakitnya bersifat kronik sehingga diperlukan pengobatan yang lama dan teratur. Ajarkan untuk menutup mulut dan hidungnya bila batuk, bersin dan tertawa. Sebagian besar obat anti TBC aman untuk wanita hamil, kecuali streptomisin yang bersifat ototoksik bagi janin dan harus diganti dengan etambutol, pasien hamil dengan TBC Paru yang tidak aktif tidak perlu mendapat pengobatan. Sedangkan pada yang aktif dianjurkan untuk menggunakan dua macam obat atau lebih untuk mencegah timbulnya resistensi kuman, dan isoniazid (INH) selalu diikutkan karena paling aman untuk kehamilan, efektifitasnya tinggi dan harganya lebih murah.
Obat-obatan yang dapat digunakan
1. Isoniazid (INH) 300 mg/hari. Obat ini mungkin menimbulkan komplikasi pada hati sehingga timbul gejala-gejala hepatitis berupa nafsu makan berkurang, mual dan muntah. Oleh karena itu –perlu diperiksa faal hati sewaktu-waktu dan bila ada perubahan untuk sementara obat harus segera dihentikan.
2. Etambutol 15-20 mg/kg/hari. Obat ini dapat menimbulkan komplikasi retrobulber neuritis, akan tetapi efek samping dalam kehamilan sangat sedikit dan pada janin belum ada.
3. Streptomycin 1gr/hari. Obat ini harus hati-hati digunakan dalam kehamilan, jangan digunakan dalam kehamilan trimester I. Pengaruh obat ini pada janin dapat menyebabkan tuli bawaan (ototoksik). Disamping itu obat ini juga kurang menyenangkan pada penderita karena harus disuntikan setiap hari.
4. Rifampisin 600mg/hari. Obat ini baik sekali untuk pengobatan TBC Paru tetapi memberikan efek teratogenik pada binatang poercobaan sehingga sebaiknya tidak diberikan pada trimester I kehamilan.
Pemeriksaan sputum harus dilakukan setelah 1-2 bulan pengobatan, jika masih positif perlu diulang tes kepekaan kuman terhadap obat, bila pasien sudah sembuh lakukan persalinan secar biasa. Pasien TBC aktif harus ditempatkan dalam kamar bersalin terpisah, persalinan dibantu Ekstraksi Vacum atau Forcep. Usahakan pasien tidak meneran, berikan masker untuk menutupi mulut dan hidung agar kuman tidak menyebar. Setelah persalinan pasien dirawat di ruang observasi 6-8 jam, kemudian dapat dipulangkan langsung.
Pasien diberi obat uterotonika dan obat TBC tetap harus diteruskan. Penderita yang tidak mungkin pulang harus dirawat di ruang isolasi, karena bayi cukup rentan terhadap penyakit ini, sebagian besar ahli menganjurkan pemisahan dari ibu jika ibu dicurigai menderita TBC aktif, sampai ibunya tidak memperlihatkan tanda-tanda proses aktif lagi setelah dibuktikan dengan pemeriksaan sputum sebanyak 3 kali yang selalu memperlihatkan hasil negatif.
Pasien TBC yang menyusui harus mendapat regimen pengobatan yang penuh. Semua obat anti TBC sesuai untuk laktasi sehingga pemberian laktasi dapat dengan aman dan normal. namun bayi harus diberi suntikan mantoux, mendapat profilaksis INH dan imunisasi BCG.
D. Ginjal
Dalam kehamilan terdapat perubahan-perubahan fungsional dan anatomic ginjal dan saluran kemih yang sering menimbulkan gejala-gejala dan kelainan fisik dan hasil pemeriksaan laboratorium.perubahan natomi terdapat peningkatan pembuluh darah dan ruangan interstisial pada ginjal. Ginjal akan memanjang kurang lebih 1 cm dan kembali normal setelah melahirkan. Ureter juga mengalami pemanjangan, melekuk dan kadang berpindah letak ke lateral dan akan kembali normal 8-12 minggu setelah melahirkan.
Selain itu juga terjadi hiperlpasia dan hipertrofi otot dinding ureter dan kaliks, dan berkurangnya tonus otot-otot saluran kemih karena pengaruh kehamilan.
Akibat pembesaran uterus hiperemi organ-organ pelvis dan pengaruh hormonal terjadi perubahan pada kendung kemih yang dimulai pada kehamilan 4 bulan. Kandung kemih akan berpindah lebih anterior dan superior. Pembuluh-pembuluh di daerah mukosa akan membengkak dan melebar. Otot kandung kemih mengalami hipertrofi akibat pengaruh hormon estrogen. Kapasitas kandung kemih meningkat sampai 1 liter karena efek relaksasi dari hormon progesterone.
Perubahan Fungsi : Segera sesudah konsepsi, terjadi peningkatan aliran plasma (Renal Plasma flow) dan tingkat filtrasi gomerolus (Gomerolus Filtration Rate). Sejak kehamilan trimester II GFR akan meningkat 30-50 %, diatas nilai normal wanita tidak hamil. Akibatnya akan terjadi penurunan kadar kreatinin serum dan urin nitrogen darah, normal kreatinin serum adalah 0,5-0,7 mg/100 mll dan urea nitrogen darah 8-12 mg/100 mll.
E. Asma
Asma Bronkiale merupakan salah satu penyakit saluran nafas yang sering dijumpai dalam kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya asma tidak sama pada setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangannya tak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai UK 24-36 minggu dan pada akhir kehamilan jarang terjadi serangan.
Komplikasi : Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat tergantung dari sering dan beratnya serangan, karena ibu dan janin akan kekurangan oksigen atau hipoksia. Keadaan hipoksia bila tidak segera diatasi tentu akan berpengaruh pada janin dan sering terjadi keguguran, partus premature dan gangguan petumbuhan janin.
Manifestasi Klinis : Factor pencetus timbulnya asma antara lain zat-zat alergi, infeksi saluran nafas, pengaruh udara dan factor psikis. Penderita selama kehamilan perlu mendapat pengawasan yang baik, biasanya penderita mengeluh nafas pendek, berbunyi, sesak, dan batuk-batuk. Diagnosis dapat ditegakkan seperti asma diluar kehamilan.
Penatalaksanaan
1. Mencegah timbulnya stress
2. Menghindari factor resiko/pencetus yang sudah diketahui secara intensif
3. Mencegah penggunaan obat seperti aspirin dan semacamnya yang dapat menjadi pencetus timbulnya serangan
4. Pada asma yang ringan dapat digunakan obat-obat local yang berbentuk inhalasi, atau peroral seperti isoproterenol
5. Pada keadaan lebih berat penderita harus dirawat dan serangan dapat dihilangkan dengan 1 atau lebih dari obat dibawah ini :
a. Epinefrin yang telah dilarutkan (1:1000), 0,2-0,5 ml disuntikan SC
b. Isoproterenol (1:100) berupa inhalasi 3-7 hari
c. Oksigen
d. Aminopilin 250-500 mg (6mg/kg) dalam infus glukosa 5 %
e. Hidrokortison 260-1000 mg IV pelan-pelan atau per infus dalam D10%.
Hindari penggunaan obat-obat yang mengandung iodium karena dapat membuat gangguan pada janin, dan berikan antibiotika kalau ada sangkaan terdapat infeksi. Upayakan persalinan secara spontan namun bila pasien berada dalam serangan, lakukan VE atau Forcep. SC atas indikasi asma jarang atau tak pernah dilakukan. Jangan berikan analgesik yang mengandung histamin tapi pilihlah morfin atau analgesik epidural.
Dokter sebaiknya memilih obat yang tidak mempengaruhi ASI. Aminopilin dapat terkandung dalam ASI sehingga bayi mengalami gangguan pencernaan, gelisah, dan ganggguan tidir. Namun obat anti asma lainnya dan kortikosteroid umumnya tidak berbahaya karena kadarnya dalam ASI sangat kecil.
Sumber: http://rosyidahida.blogspot.com/p/penyakit-penyakit-yang-lazim-terjadi.html
0 komentar:
Posting Komentar